EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN UNTUK KELAYAKAN
PERTANAIAN
PADA LOKASI PROYEK PERCONTOHAN CCFPI
DI SUMATERA DAN KALIMANTAN
PENDAHULUAN
Dewasa
ini lahan gambut di Indonesia sudah banyak mengalami pengurangan, baik luas
penyebaranya maupun kualitasnya. Pengurangan tersebut disebabkan oleh konversi
penggunaan lahan, penebangan kayu (deforestasi) dan kebakaran hutan. (Mulyanto,
2002). Selanjutnya Subagjo et al (2002) menganalisa, luas lahan gambut di Indonesia pada
awal sebelum reklamasi tahun 1970-an adalah sekitar 16-18 juta ha. namun
kemudian dengan reklamasi pada lahan pasang surut selama Pelita I-III
(1969-1984) yang diikuti pembukaan oleh masyarakat/pemukiman spontan pada tahun
sesudahnya, luas lahan gambut telah menyusut sekitar 13-14 juta ha. Dewasa ini
cukup banyak wilayah kubah gambut yang telah lenyap, dan berganti menjadi lahan
persawahan dan lahan kering, serta sebagian lagi kembali menjadi semak belukar,
atau bahkan menjadi bongkor. Pembukaan lahan rawa gambut untuk pengembangan
pertanian (terutama untuk tanaman pangan dan perkebunan) semakin intensif.
Kondisi ini menyebabkan menyusutnya ketebalan gambut secara drastis. Bahkan pada
wilayah-wilayah lahan gambut yang diusahakan untuk pertanian tanaman pangan
terutama yang disawahkan lapisan gambutnya telah habis (Wahyonto et al, 2003).
Pembukaan
lahan rawa gambut tersebut selalu diikuti dengan rusaknya sistem hidrologi dan
menimbulkan permasalahan yang berhubungan dengan sifat fisik, kimia dan biologi
tanahnya (Notohadiprawiro, 1997). Kerusakan lahan gambut juga disebabkan oleh
adanya penebangan kayu secara besarbesaran oleh perusahan kayu baik yang legal
maupun ilegal. Untuk mengeluarkan hasil ektrasi kayu, pada umumnya penebang
membuat parit-parit sebagai akses yang paling mudah dan murah. akan tetapi
akibanya parit-parit tersebut berdampak terhadap penurunan permukaan tanah
gambut (subsidence) dan menyebabkan
tanah gambut menjadi kering tak balik (irrivisible), sehingga lahan gambut menjadi
mudah terbakar. Oleh karena itu, Rasionalisasi pemanfaatan lahan gambut untuk
berbagai kepentingan haruslah memperhatikan prinsip-prinsip konservasi secara
menyeluruh untuk menjaga kelestariannya sebagai lahan basah alami yang unik
yang berkenaan dengan keanekaragaman hayati, plasma nutfah, ekosistem langka
dan sebagai pengendali emisi CO2 yang
berpengaruh terhadap pemanasan global dunia.
Berkaitan
dengan masalah-masalah di atas, maka untuk mengetahui aspek-aspek yang
berhubungan dengan pengelolaan lahan gambut, telah dilakukan studi evaluasi
lahan melalui identifikasi dan karaktersasi lahan . Hasil dari studi evaluasi
lahan memberikan informasi sumberdaya lahan/tanah, terutama sifat fisik-kimia yang
berkaitan dengan masalah kesuburan tanah. Makalah ini menjelaskan masalah
potensi dan kendala sumberdaya gambut di lokasi proyek percontohan CCFPI.
Dengan mengetahui potensi dan kendalan sumberdaya lahan tersebut, digunakan
sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi dalam pengelolaan lahan terbaik
dalam bentuk Best
Management Practice pada
setiap lokasi proyek yang dikunjungi. Bentuk rekomendasi tersebut bisa berupa
kegiatan budidaya pertanian, perkebunan, rehabilitasi, maupun kegiatan lainnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Iklim
Iklim
sebagai salah satu faktor lingkungan fisik yang sangat penting dapat
mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Bebrapa unsur iklim yang penting adalah curah
hujan, suhu, dan kelembaban. Di daerah tropika umumnya radiasi tinggi pada
musim kemarau dan rendah pada musim penghujan. Namun demikian mengingat sifat
saling berkaitan antara unsur iklim satu dengan yang lainnya, maka dalam uraian
iklim ini akan diuraikan unsur-unsur iklim yang yang berkaitan dengan
pertumbuhan tanaman Pada lokasi penelitian di sekitar S. Aur, S. Rambut dan
Mendahara Hulu, Jamb.
Curah
hujan rata-rata tahunan adalah sebesar 2.104 mm, dengan zone agroklimat C1
(Oldeman,1975), Bulan kering terjadi selama < 2 bulan. Temperatur udara
rata-rata sebesar 26,5 0C. Untuk lokasi di
ssekitar S. Merang, Sum-Sel. Curah hujan rata-rata tahunan adalah sebesar 2.454
mm, dengan zone agroklimat C1 (Oldeman, 1975), Bulan kering terjadi selama 1
bulan. Temperatur udara rata-rata sebesar 26,8 0C. Sementara itu, pada lokasi di sekitar
Sungai Puning, Kal-Teng. Curah hujan rata-rata tahunan adalah sebesar 2.638 mm,
dengan zone agroklimat C1 (Oldeman,1975), Bulan kering terjadi selama 1 bulan.
Temperatur
udara ratarata sebesar 27,1 0C.
Pola iklim tersebut di atas sangat berpengaruh terhadap kegiatan pertanian, terutama
pada waktu musim hujan. Karena lokasi-lokasi penelitian merupakan dataran
dengan sungaisungai besar yang selalu mengalami banjir pada waktu musim hujan,
sehingga lahanlahannya selalu tergenang selama 4 – 6 bulan dengan ketinggian
air 1 – 2 meter.
Geologi dan Fisiografi
Secara umumnya
keadaan geologi di lokasi penelitian (Tabel 3) termasuk kedalam formasi
Alluvium(Qa) berumur kuarter yang terdiri dari endapan liat, pasir, lumpur dan
bahan organik. Bahan yang membentuk tanah di daerah penelitian adalah endapan
liat dan lumpur serta bahan organik. Penyebaran formasi Qa hampir di seluruh
areal pada jalur aliran S. Batang Hari di Jambi maupun S. lalan di Sum-Sel.
Karena adanya proses geomorfologi dan dilanjutkan dengan hidrologi seperti
banjir yang mengakibatkan erosi, sedimentasi dsb, maka pada sepanjang aliran
sungai terbentuk tanggul sungai (levee) dan rawa belakang (Backswamp) serta kubah gambut
(peatdome) di pedalaman.
Pada
daerah yang terpengaruh pasang surut secara langsung, terbentuk dataran estuarin
(estuarine flats along river). daerah ini
merupakan hasil endapan lumpur pasang dan banjir di sepanjang jalur sungai,
seperti yang terdapat di kawasan Merang dan Mendahara Hulu Sementara daerah
penelitian di Kawasan Sungai Puning, juga termasuk kedalam formasi Alluvium
(Qa) berumur kuarter. Akan tetapi kawasan ini letaknya jauh dari pantai,
sehingga tidak terpengaruh oleh pasang surut. Bahan yang membentuk tanah adalah
endapan liat dan lumpur serta bahan organik. Pada bagian tanggul sungai (Levee) umumnya agak
tinggi sehingga tanahnya agak kering, sedangkan dibelakang tanggul sungai (Backswamp) sedikit agak
rendah dan selalu tergenang air dan berawa, kadang-kadang membentuk gambut (peat dome). Sesetempat
dijumpai juga Danau-danau kecil atau beje di dibelakang pemukiman sebagai
tempat mengambil ikan
Penggunaan Lahan/Vegetasi
Berdasarkan
pengamatan lapangan pengggunaan lahan di lokasi penelitian umumnya berupa
hutan belukar rawa atau areal bekas
tebangan yang telah ditinggalkan oleh perusahaan kayu tapi masih dimanfaatkan
oleh masyarakat. Jenis kayu yang ada seperti blangiran, nyatoh, gelam, pulai,
durian hutan,dll, umunya berdiameter < 50 cm dengan. Hutan sekuder dengan
kerapatan vegetasi sudah berkurang, sesetempat dijumpai bekas areal lahan gambut
yang terbakar. Penggunaan lahan untuk pertanian umumnya terdapat disekitar
pemukiman di sepanjang tepian sungai berupa kebun campuran. Jenis tanaman yang
ada seperti kelapa, mangga, durian, jeruk, pisang, kemiri, dll. sesetempat
dijumpai sawah dan beje yang letaknya di belakang sungai.
Keadaan Tanah
Tanah-tanah
di daerah penelitian berkembang dari bahan endapan sungai dan endapan marin,
dengan atau tanpa endapan organik di atasnya. Proses pembentukanya selain
ditentukan oleh komponen bahan induk juga oleh keadaan vegetasi dan letak
tempat yang dipengaruhi oleh air. Tanah-tanah di daerah penelitian berkembang
dari bahan induk endapan sungai berupa campuran liat, debu dan bahan organik.
Endapan sungai umumnya terdapat di bagian tanggul sungai (Levee) yang topografinya
agak tinggi sehingga tanahnya agak kering, sedangkan dibelakang tanggul sungai
(Backswamp) sedikit agak rendah, selalu tergenang air dan berawa. Endapan
organik yang menutupi endapan sungai biasanya terdapat di daerah kubah gambut.
Menurut “Key to Soil Taxonomy”, (Soil Survey Staff, 1998) dengan nama padanan
dari Puslittan (1983), tanah ini diklasifikasikan ke dalam Typic Endoaquepts
(Gleiso Distrikl) untuk tanah-tanah yang mempunyai rejim kelembaban akuik dan
telah mengalami perkebangan profil.
Tanah
yang mempunyai kandungan bahan organik tinggi (C-organik) 12- 18 persen dengan
ketebalan > 40 cm diklasifikasikan kedalam Haplohemists (Organosol Hemik).
Tanah-tanah di daerah yang berkembang dari campuran endapan sungai dan endapan
endapan marin, umumnya tanah belum berkembang dan agak melumpur, mengandung
bahan sulfidik pada kedalaman < 50 cm di atas permukaan tanah. Menurut “Key
to Soil Taxonomy”, (Soil Survey Staff, 1998) dengan padanan dari Puslittan
(1983), tanah ini diklasifikasikan kedalam Typic (Sulfic) Endoaquepts (Gleisol
Tionik) untuk tanah-tanah yang bahan sufidik 50 – 75 cm di bawah permukaan
tanah, sedangkan tanah-tanah yang mengandung bahan sulfidik < 50 cm di
golongkan kedalam Typic Sulfaquents (GleisolTionik). Berdasarkan pengamatan sifat-sifat
morfologi tanah di lapangan dan sifat-sifat kimia hasil analisa tanah di
laboratorium
Lokasi S. Aur :
Asosiasi
Aeric Endoaquepts (Gleisol aerik) dan Typic Endoaquepts (Gleisol Distrik),
terbentuk dari hasil proses aktivitas sungai dengan bahan induk campuran liat
dan debu. Aeric Endoaquepts terdapat pada bagian tanggul sungai yang agak
kering, sedangkan Typic Endoaquepts terdapat pada bagian rawa belakang
(bcakswamp). bentuk wilayah datar (lereng < 2%). Penyebaran tanah-tanah ini
di sepanjang jalur aliran S. Batang Hari. Karakteristik. : Tekstur berlempung
halus, dalam, struktur remah dan konsistensi gembur (lembab) dan agak keras
(basah). Reaksi tanah masam (pH 4,4 – 4,8), C-organik dan Nitrogen rendah di
lapisan atas dan sangat rendah di lapisan bawah, P205 rendah dan K20 tinggi, susunan
kation Mg sedang, Ca, Na dan K rendah dengan Kapasitas tukar kation (KTK) dan
kejenuhan basa (KB) rendah, drainase terhambat
Kesesuain Lahan
Penilaian kesesuaian
lahan bertujuan untuk menduga tingkat kesesuaian suatu lahan untuk
berbagai kemungkinan
penggunaan lahan. Penilaian ini berdasarkan beberapa sifat-sifat lahan (land characteristic) yang dihubungkan
dengan persyaratan tumbuh tanaman yang akan dikembangkan. Pada evaluasi lahan
ini dilakukan sedetil mungkin, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi
untuk mendukung perencanaan “design” pengelolaan Lahan Gambut yang Terbaik (Best Management
Practice on Peatlands).
Penilaian kesesuaian lahan dilakukan pada kondisi aktual (current suitability) dan kondisi
potensial (potentially
suitability).
Kondisi aktual berdasarkan penilaian parameter pada saat survey dilakukan,
sedangkan kondisi potensial berdasarkan perkiraan kondisi lahan setelah adanya
usaha perbaikan (land improvement) dilakukan. Usaha perbaikan dapat dilakukan
oleh petani, misalnya pemupukan dan pengapuran ringan, pembuatan saluran
drainase atau irigasi.
1. Lahan untuk pengembangan pertanian dan
kehutanan
Pada
Lahan-lahan yang saat ini dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, seperti sawah
dan kebun campuran, sebaiknya untuk meningkatkan pengelolaannya dengan usaha
perbaikan lahan misalnya dengan pembuatan saluran drianase atau tabukan dan
guludan (sistem surjan) serta dengan memperhatikan pola-tanam serta pemupukan
dan pengapuran. Tanaman pangan yang dapat diusahakan. antara lain : padi,
jagung, kacang panjang dan ubi kayu. Tanaman holtikultura antara lain :
semangka, pisang, pepaya dan jeruk. Tanaman tahunan antara lain: kelapa,
kemiri, mangga.
Lahan
masyarakat yang telah ditanami tanaman keras dan tanaman kehidupan terlihat kurang
maksimal pemanfaatannya. Hal ini dapat diatasi dengan menambah jumlah dan diversifikasi
jenis tanaman. Beberapa tanaman keras yang dinilai cocok di lokasi ini seperti Kemiri
(Aleurites
moluccana),
Sungkai (Pheronema
canescens),
dan Jati Putih (Gmelina arborea). Lebih dalam lagi,
pengaturan lay
out tanaman
juga harus terencana dan tepat sesuai dengan sifat tanaman. Salah satu contoh
adalah tanaman pinang dapat ditanam pada jarak yang rapat, bakan bisa dipakai
sebagai alternatif tanaman pagar. Sementara tanaman berkayu butuh ruang yang
lebih antara tanaman satu dengan yang lainnya
2. Lahan untuk Rehabilitasi dan Konservasi
Pada Lahan-lahan
yang mempunyai jenis tanah gambut dengan baik yang dangkal maupun
yang dalam, lahannya
sangat sulit untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian walaupun dengan tingkat
masukan tinggi. Kendala utama pada lahan gambut adalah tanah sangat masam
sekali, apabila didrainase tanah akan lebih cepat menurun (subsidence) dan cepat mengering
(overdrain). Kondisi demikian
memudahkan lahan cepat terbakar, yang akhirnya dari bekas lokasi terbakar ini
akan terbentuk rawa-rawa (kubangan) yang luas menyerupai danau dengan kualitas
biodivesersity yang sangat miskin sekali. Lahan ini sebaiknya direhabilitasi
dengan tanaman kehutanan yang asli setempat (pionir) dan daya tumbuh secara
cepat (suksesi). Tanaman yang sesuai untuk dikembangkan adalah jelutung rawa (Dyera loowi) dan pulai (Alstonia scholaris), Meranti, nipah
dan Ramin.Perbaikan lahan yang harus dilakukan adalah pembuatan pintu-pintu air
(bendungan).
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1.
Sebagian
besar lokasi kegiatan Proyek CCFPI di Jambi, Sumatera Selatan dan Kalimatan Tengah
merupakan lahan yang tidak sesuai untuk pengembangan pertanian, baik tanaman pangan
maupun perkebunan. Lahan-lahan tersebut mempunyai kendala yang cukup serius,
diantaranya tingkat kemasaman tanah yang ekstrim (pH tanah <4), mempunyai
potensi tanah sulfat masam (racun, akibat adanya oksidasi pyrite), dan rentan
terhadap kebakaran. Sebaiknya lahan tersebut direhabilitasi atau dikonservasi untuk
mencegah bertambah luasnya degradasi lahan dan hutan gambut. Disamping itu juga
terdapat lahan-lahan yang berbatasan dengan Hutan Suaka Alam (HSA) dan Taman Nasional
(TN) Berbak dan Calon TN Sembilang, dimana lahan-lahan tersebut merupakan lokasi
perlindungan Hutan Rawa Gambut.
2.
Untuk pengembangan pertanian umumnya terdapat
di daerah tepian sungai sejauh antara 500 – 1500 meter dari pinggir sungai.
Pada bagian atas yang cembung (levee) dapat ditanami secara tumpang sari antara tanaman
pangan dengan tanaman perkebunan atau kehutanan (kebun campuran). Sedangkan
bagian bawah yang cekung dapat ditanami dengan tanaman pangan. Namun demikian,
pengelolaan air (water
management)
harus menjadi perhatian utama (pola tanam).
3.
Tanaman
pangan yang dapat dikembangkan adalah adalah Padi, Jagung, Ubi kayu, Kedele,
Kacang tanah, dan Kacang panjang. Untuk tanaman perkebunan adalah Kelapa, Coklat
dan Kopi. Untuk tanaman buah-buahan adalah Mangga, Jeruk, Nangka, Pisang, Semangka,
Pepaya dan Sirsak. Untuk tanaman kehutanan dan berkayu adalah Kemiri, Jelutung,
Pinang dll.
4.
Pada lokasi-lokasi ini dapat diberikan
pengertian akan pentingnya peranan hutan gambut dan penyuluhan untuk memberikan
kesadaran pada masyarakat agar tidak merambah lahan dan hutan gambut. Salah
satu cara untuk mengantisipasinya maka perlu diberikan bantuan modal usaha
tani.
5.
Lahan dan hutan gambut berfungsi sebagai
pengikat unsur karbon, penyerap dan penyimpan air serta tempat hidup
keanekaragaman hayati. Untuk itu perlu diperhatikan secara khusus dengan
melidungi, mejaga dan merehabilitasi lahan dan hutan gambut.
PUSTAKA
Centre For Soil and Agroclimate
Research 1994. Klasifikasi
Landform. Second
Land Resources
Evaluation
and Planning Project (LREPP II part C) Centre For Soil and Agroclimate Research
1994. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pertanian dan Kehutanan. Second Land Resources Evaluation
and Planning Project (LREPP IIpart C). CSR/FAO staff, 1983. Reconnaissance Land
Resources Surveys 1:250.000 scale. Atlas Format Procedures. AGOF/INS/78/006. Manual 4 Version
1, CSR Bogor. Ministery of Agriculture.
Driesssen, P.M. and M. Sudjadi, 1984.
Soil and
Specific Soil Problems of tidal swamp.
Workshop on Research
Priority in Tidal swamp Rice.
FAO, 1983. Guideline for Soil Description. Gafoer, S. G, Burhan
dan J. Purnomo, 1986.
Peta Geologi lembar Jambi dan Palembang Sumatera Selatan. Skala 1:250.000. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi
Bandung.
Institut Pertanian Bogor, 1976. Laporan Survey dan
Pemetaan Tanah Daerah Pasang Surut Tanjung. Proyek Pembukaan Persawahan Pasang
Surut (P4S). Direktorat
Jenderal
Pengairan.
Dep. Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.
Lembaga Penelitian Tanah Bogor, 1969. Pedoman Pengamatan
Tanah di lapang.
Oldeman, L.R., Irsal Las, and Muladi. 1979. An Agroclimate Map of Sumatera scale 1:2.500.000. Contributions from
Central Research Institute for Agriculture. CRIA Bogor.
Pusat Penelitian Tanah. 1983. Term of Reference
Survei Kapabilitas Tanah. Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi
(P3MT). Bogor.