Rabu, 11 Desember 2013

EVALUASI SUMBERDAYA LAHAN


PETUNJUK TEKNIS EVALUASI LAHAN
UNTUK KOMODITAS PERTANIAN
(APLIKASI KUALITAS LAHAN DAN KESESUAIAN LAHAN)


A.    PENDAHULUAN


Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah,hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia baik di masa lalu
maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu.

Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor pertanian dan non-pertanian, memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat memanfaatkan sumber daya lahan secara terarah dan efisien diperlukan tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan sifat lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan, terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi cukup baik.
Data iklim, tanah, dan sifat fisik lingkungan lainnya yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman serta terhadap aspek manajemennya perlu diidentifikasi melalui kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan. Data sumber daya lahan ini diperlukan terutama untuk kepentingan perencanaan pembangunan dan pengembangan pertanian.
Data yang dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan masih sulit untuk dapat dipakai oleh pengguna (users) untuk suatu perencanaan tanpa dilakukan interpretasi bagi keperluan tertentu. Evaluasi lahan merupakan suatu pendekatan atau cara untuk menilai potensi sumber daya lahan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai harapan produksi yang kemungkinan akan diperoleh.
Beberapa sistem evaluasi lahan yang telah banyak dikembangkan dengan menggunakan berbagai pendekatan, yaitu ada yang dengan sistem perkalian parameter, penjumlahan, dan sistem matching atau mencocokkan antara kualitas dan sifat-sifat lahan (Land Qualities/Land Characteritics) dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang disusun berdasarkan persyaratan tumbuh komoditas pertanian yang berbasis lahan.

Sistem evaluasi lahan yang pernah digunakan dan yang sedang dikembangkan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Balai Penelitian Tanah Bogor diantaranya:
1.      Klasifikasi kemampuan wilayah (Soepraptohardjo, 1970)
2.      Sistem pendugaan kesesuaian lahan secara parametrik (Driessen, 1971)
3.       Sistem yang digunakan oleh Proyek Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi atau P3MT (Staf PPT, 1983)
4.      Sistem yang digunakan dalam Reconnaissance Land Resources Surveys 1:250.000 scale Atlas Format Procedures (CSR/FAO, 1983)
5.      Land Evaluation Computer System atau LECS (Wood, and Dent,1983)
6.       Automated Land Evalution System atau ALES (Rossiter D.G., and A.R. Van Wambeke, 1997)
Adanya berbagai sistem atau metode yang digunakan dalam evaluasi lahan tanpa mempertimbangkan tingkat dan skala peta dalam hubungannya dengan ketersediaan dan kehandalan (accuracy) data, dapat mengakibatkan terjadinya kerancuan dalam interpretasi dan evaluasi lahan. Sebagai contoh sistem Atlas Format (CSR/FAO, 1983) yang pada awalnya ditujukan untuk keperluan evaluasi lahan pada tingkat tinjau (reconnaissance) skala 1:250.000, sering juga digunakan untuk evaluasi lahan pada skala yang lebih besar (semi detil atau detil). Hal ini mengakibatkan informasi dan data yang begitu lengkap dari hasil pemetaan semi detil dan detil, tidak nampak peranannya dalam hasil evaluasi lahan, sehingga hasil tersebut masih sulit digunakan untuk keperluan alih teknologi dalam perencanaan pembangunan pertanian khususnya untuk skala mikro.
Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan adanya suatu Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan yang dapat digunakan sesuai dengan tingkat pemetaan dan skala peta, serta tujuan dari evaluasi lahan yang akan dilakukan dalam kaitannya dengan ketersediaan dan validitas data. Petunjuk teknis ini disusun mengacu kepada “Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian Versi 3.0” (Djaenudin et al., 2000), dan dirancang untuk keperluan pemetaan tanah tingkat semi detil (skala peta 1:50.000)






B.     PEMBAHASAN DAN PENJELASAN

1.      Pengertian Kualitas Lahan
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).
Dalam evaluasi lahan sering kualitas lahan tidak digunakan tetapi langsung menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983), karena keduanya dianggap sama nilainya dalam evaluasi. Metode evaluasi yang menggunakan kualitas lahan antara lain dikemukakan pada CSR/FAO (1983), FAO (1983), Sys et al. (1993).

Tabel 2. Kualitas lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut CSR/FAO (1983), FAO (1983), dan Sys et al. (1993).
CSR/FAO, 1983
FAO, 1983
Sys et.al., 1993
Temperatur
Kelembaban
Sifat iklim
Ketersediaan air
Ketersediaan hara
Topografi
Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen
Kelembaban
Media perakaran
Media untuk perkembangan akar
Sifat fisik tanah
Retensi hara
Kondisi untuk pertumbuhan
Sifat kesuburan tanah
Toksisitas
Kemudahan diolah
Salinitas/alkalinitas
Sodisitas
Salinitas dan alkalinitas/ toksisitas

Bahaya sulfidik
Retensi terhadap erosi

Bahaya erosi
Bahaya banjir

Penyiapan lahan
Temperatur


Energi radiasi dan fotoperiode


Bahaya unsur iklim (angin, kekeringan)


Kelembaban udara
Periode kering untuk pemasakan (ripening) tanaman


Setiap kualitas lahan dapat berpengaruh terhadap satu atau lebih dari jenis penggunaannya. Demikian pula satu jenis penggunaan lahan tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan.
Sebagai contoh bahaya erosi dipengaruhi oleh: keadaan sifat tanah, terrain (lereng) dan ikim (curah hujan). Ketersediaan air bagi kebutuhan tanaman dipengaruhi antara lain oleh: faktor iklim, topografi, drainase, tekstur, struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran, dan bahan kasar (batu, kerikil) di dalam penampang tanah.
2.      Karakteristik lahan
Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Dari beberapa pustaka menunjukkan bahwa penggunaan karakteristik lahan untuk keperluan evaluasi lahan bervariasi. Sebagai gambaran Tabel 1 menunjukkan variasi dari karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi kesesuaian lahan oleh beberapa sumber (Staf PPT, 1983; Bunting, 1981; Sys et al., 1993; CSR/FAO, 1983; dan Driessen, 1971).
Tabel 1. Karakteristik lahan yang digunakan sebagai parameter dalam evaluasi lahan.
Staf PPT (1983)
Bunting (1981)
Sys et al. (1993)
CSR/FAO (1983)
Driessen (1971)
Tipe hujan (Oldeman et al.)
Periode pertumbuhan tanaman
Temperatur rerata (°C) atau elevasi
Temperatur rerata (°C) atau elevasi
Lereng
Kelas drainase
Temperatur rerata pada periode pertumbuhan
Curah hujan (mm)
Curah hujan (mm)
Mikrorelief
Sebaran besar butir (lapisan atas)
Curah hujan tahunan
Lamanya masa kering (bulan)
Lamanya masa kering (bulan)
Keadaan batu
Kedalaman efektif
Kelas drainase
Kelembaban udara
Kelembaban udara
Kelas drainase
Ketebalan gambut
Tekstur tanah
Kelas Drainase
Kelas drainase
Regim kelembaban
Dekomposisi gambut/jenis gambut
Kedalaman perakaran
Tekstur/Struktur
Tekstur
Salinitas/ alkalinitas
KTK
Reaksi tanah (pH)
Bahan kasar
Bahan kasar
Kejenuhan basa
Kejenuhan basa
Salinitas/ DHL
Kedalaman tanah
Kedalaman tanah
Reaksi tanah (pH)
Reaksi tanah (pH)
Pengambilan hara (N, P, K) oleh tanaman
KTK liat
Ketebalan gambut
Kadar pirit
C-organik

Pengurasan hara (N, P, K) dari tanah
Kejenuhan basa
Kematangan gambut
Kadar bahan organik
P-tersedia

Reaksi tanah (pH)
KTK liat
Tebal bahan organik
Salinitas/DHL

C-organik
Kejenuhan basa
Tekstur
Kedalaman pirit

Aluminium
Reaksi tanah (pH)
Struktur, porositas, dan tingkatan
Lereng (%)/mikrorelief

Salinitas/DHL
C-organik
Macam liat
Erosi

Alkalinitas
Aluminium
Bahan induk/ cadangan mineral
Kerusakan karena banjir

Lereng
Salinitas/DHL
Kedalaman efektif
Batu dan kerikil, penghambat pengolahan tanah

Genangan
Alkalinitas

Pori air tersedia

Batuan di permukaan
Kadar pirit

Penghambat pertumbuhan karena kekurangan air

CaCO3
Lereng

Kesuburan tanah

Gypsum
Bahaya erosi

Permeabilitas lapisan atas

Jumlah basa total
Genangan




Batuan di permukaan




Singkapan batuan





3.      Kesesuain Lahan
Klasifikasi Kesesuaian LahanUmum
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Sebagai contoh lahan sangat sesuai untuk irigasi, lahan cukup sesuai untuk pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim.

Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau setelah diadakan perbaikan (improvement). Lebih spesifik lagi kesesuaian lahan tersebut ditinjau dari sifat-sifat fisik lingkungannya, yang terdiri atas iklim, tanah, topografi, hidrologi dan/atau drainase sesuai untuk suatu usaha tani atau komoditas tertentu yang produktif.
Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan kemampuan lahan (land capability). Kemampuan lahan lebih menekankan kepada kapasitas berbagai penggunaan lahan secara umum yang dapat diusahakan di suatu wilayah. Jadi semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah maka kemampuan lahan tersebut semakin tinggi. Sebagai contoh suatu lahan yang topografi atau reliefnya datar, tanahnya dalam, tidak kena pengaruh banjir dan iklimnya cukup basah kemampuan lahan pada umumnya cukup baik untuk pengembangan tanaman semusim maupun tanaman tahunan.
Namun jika kedalaman tanahnya kurang dari 50 cm, lahan tersebut hanya mampu dikembangkan untuk tanaman semusim atau tanaman lain yang mempunyai zone perakaran dangkal. Sedangkan kesesuaian lahan adalah kecocokan dari sebidang lahan untuk tipe penggunaan tertentu (land utilization type), sehingga harus mempertimbangkan aspek manajemennya. Misalnya untuk padi sawah irigasi atau sawah pasang surut, ubi kayu, kedelai, perkebunan kelapa sawit, hutan tanaman industri akasia atau meranti.
Struktur klasifikasi kesesuaian lahan
Dalam menilai kesesuaian lahan ada beberapa cara, antara lain, dengan perkalian parameter, penjumlahan, atau menggunakan hukum minimum yaitu mencocokkan (matching) antara kualitas lahan dan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lainnya yang dievaluasi. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya sebagai berikut:
Ordo : Keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S) dan lahan yang tergolong tidak sesuai (N).
Kelas : Keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo. Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan ke dalam tiga kelas, yaitu: lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3). Sedangkan lahan yang tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan ke dalam kelas-kelas. Kelas S1, sangat sesuai : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap
Subkelas: Keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas terberat. Faktor pembatas ini sebaiknya dibatasi jumlahnya, maksimum dua pembatas. Tergantung peranan faktor pembatas yaitu termasuk kelas sesuai marginal dengan subkelasnya oa atau ketersediaan oksigen tidak memadai.
Unit : Keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan, yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Semua unit yang berada dalam satu subkelas mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkatan subkelas. Unit yang satu berbeda dari unit yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan detil dari faktor pembatasnya. Contoh Kelas S3rc1 dan S3rc2, keduanya mempunyai kelas dan subkelas yang sama dengan faktor penghambat sama yaitu kedalaman efektif, yang dibedakan ke dalam unit 1 dan unit 2. Unit 1 kedalaman efektif sedang (50-75 cm), dan Unit 2 kedalaman efektif dangkal (<50 cm). Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori unit ini jarang digunakan.
Macam kesesuaian lahan
Menurut kerangka FAO (1976) dikenal dua macam kesesuaian lahan, yaitu: Kesesuaian lahan kualitatif dan Kesesuaian lahan kuantitatif. Masing-masing Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai secara aktual maupun potensial, atau Kesesuaian lahan aktual dan Kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang hanya dinyatakan dalam istilah kualitatif, tanpa perhitungan yang tepat baik biaya atau modal maupun keuntungan. Klasifikasi ini didasarkan hanya pada potensi fisik lahan. Kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang didasarkan tidak hanya pada fisik lahan, tetapi juga mempertimbangkan aspek ekonomi, seperti input-output atau cost-benefit.
Dalam perencanaan operasional proyek biasanya membutuhkan evaluasi lahan secara kuantitatif. Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi penggunaan lahan sekarang (present land use), tanpa masukan perbaikan. Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang dilakukan pada kondisi setelah diberikan masukan perbaikan, seperti penambahan pupuk, pengairan atau terasering tergantung dari jenis faktor pembatasnya.
Penilaian kesesuaian lahan bertujuan untuk menduga tingkat kesesuaian suatu lahan untuk berbagai kemungkinan penggunaan lahan. Penilaian ini berdasarkan beberapa sifat-sifat lahan (land characteristic) yang dihubungkan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang akan dikembangkan.
Penilaian kesesuaian lahan dilakukan pada kondisi aktual (current suitability) dan kondisi potensial (potentially suitability). Kondisi aktual berdasarkan penilaian parameter pada saat survey dilakukan, sedangkan kondisi potensial berdasarkan perkiraan kondisi lahan setelah adanya usaha perbaikan (land improvement) dilakukan. Usaha perbaikan dapat dilakukan oleh petani, misalnya pemupukan dan pengapuran ringan, pembuatan saluran drainase atau irigasi.
Penilaiannya dapat digolongkan kedalam dua kelas yaitu : kelas sesuai maginal (S3) dan tidak sesuai (N), dengan beberapa faktor pembatas antara lain: drainase (d), Kematangan dan kedalaman gambut (g), ketersedian hara (n), retensi hara (f), kedalaman bahan sufidik (x) dan banjir/genangan musiman (b)







C.    RUJUKAN/ DAFTAR PUSTAKA

Beek, K.J., P.A. Burrough, and D.E Mc Cormack. 1986. Quantified Land
Evaluation Procedures. ITC Publication No. 6.
Balai Penelitian Hortikultura Lembang. 1989. Kentang. Edisi ke 2. Balitbang Pertanian.
Balai Penelitian Hortikultura Lembang. 1993. Kubis. Badan Litbang Pertanian.
Balai Penelitian Tanaman Buah. 1996. Peningkatan Efisiensi Teknologi Usahatani Mangga. Puslitbanghort. Balitbang Pertanian Dep. Tan.Monograf Mangga.
Balai Penelitian Tanaman Buah. 1996. Peningkatan Efisiensi Teknologi Usahatani Jeruk. Puslitbanghort. Balitbang Pertanian Dep. Tan. Monograf Jeruk.
Balitro. 1991. Perkembangan Penelitian Tanaman Industri Lain. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Vol. VII no. 2.
Balitro. 1992. Pedoman Bercocok Tanam Kencur (Kaempferix galanga L).
Circular No. 38 (cetakan ke II).
Braak, C. 1928. The Climate of The Netherlands Indies. Proc. Royal Mogn. Meteor. Observ. Batavia, nr. 14. pp. 192.
Bunting, E.S. 1981. Assessments of the effecs on yield of variations in climate and soil characteristics for twenty crops species. AGOF/INS/78/006, Technical Note No 12. Centre for Soil research, Bogor, Indonesia
CSR/FAO. 1983. Reconnaissance Land Resource Survey 1:250.000 scale. Atlas Format Procedures. Land Resources Evaluation with Emphasis on Outer Island Project. CSR/FAO Indonesia AGOFANS/78/006. Mannual 4 version 1.
Djaenudin, D., Marwan, H., H. Subagyo, A. Mulyani, dan Nata Suharta. 2000.
Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Versi 3.0.
September 2000. Puslittanak, Badan Litbang Pertanian.
Donald A Davidson. 1992. The Evaluation of Land Resources. Longman
Scientific & Technical VS, New York.

1 komentar:

  1. mff y mas broowwww ini sedikit ilmu dari saya............. lumayan buat tambah nilai tugas andaa

    BalasHapus